Monday, March 18, 2013

Jelang Aksi 25 Maret SBY Diingatkan Jangan Gegabah Tanggapi Aksi

Jelang Aksi 25 Maret SBY Diingatkan Jangan Gegabah Tanggapi Aksi
[SOLO] Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY) yang menganggap bahwa gerakan rakyat untuk menggulingkan dirinya adalah gerakan inkonstitusional, dinilai sebagai pernyataan yang gegabah dan bentuk kriminalisasi terhadap hak pembangkangan sipil dan hak menyatakan pendapat milik rakyat yang diatur dalam UUD 1945.   

Hal tersebut disampaikan oleh pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Aidul Fitriciada Azhari, SH.   

"Saya melihat bahwa pernyataan Presiden SBY sangat gegabah. Sikap itu sama saja dengan mengkriminalisasi hak masyarakat yang justru dilindungi oleh konstitusi," ujarnya dalam rilis yang diterima SPdi Jakarta, Minggu (17/3) pagi.   

Menurut Aidul, konstitusi sendiri harus mengacu pada asas konstitusionalisme seperti yang pernah diajarkan oleh Bapak Revolusi Indonesia sekaligus Presiden Pertama RI, Soekarno.   

"Konstitusi itu diciptakan untuk rakyat dan bukan rakyat untuk konstitusi. Sehingga ketika sistem yang berjalan dan berkuasa dipandang sudah menyimpang, maka adalah konstitusional ketika rakyat memaksa agar sistem bekerja sesuai dengan kehendak rakyat," tegasnya.   

"Jadi konstitusi sendiri tidak bisa menyimpang dari prinsip konstitusionalisme yang mengacu pada 2 hal yakni menjamin hak rakyat untuk menyatakan pendapat dan kedua membatasi kekuasaan pemerintah. Itu dasarnya," imbuh Aidul.   

Lebih lanjut Aidul memaparkan bahwa banyak sejarah konstitusi Indonesia yang tidak ditulis secara formal dan prosedural.   

"Dekrit presiden 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno misalnya. Apakah itu sesuai dengan prosedur formal dan aturan yang berlaku saat itu, jelas tidak, tapi itu diterima masyarakat dan berjalan hingga hari ini. Konstitusional enggak itu, jelas konstitusional dong, kalau tidak berarti pemerintahan pasca dekrit termasuk pemerintahan SBY juga inskonstitusional," paparnya.   

"Selain itu turunnya Presiden Soeharto pada 1998 lalu yang secara formal jelas dipandang menyalahi konstitusi yang berlaku saat itu, tapi ketika rakyat menerima, maka yang terjadi adalah tindakan yang konstitusional," tandasnya.   

Merujuk pada gerakan rakyat yang dikabarkan ingin menuntut turunnya SBY, Aidul sendiri lebih melihat hal itu sebagai bentuk kegeraman rakyat atas buntunya mekanisme formal yang berjalan di negeri ini.   

"Kalau sistemnya benar seharusnya aspirasi dan kegelisahan rakyat dapat ditangkap oleh lembaga seperti DPR dan MPR untuk disampaikan kepada Presiden. Nah dalam konteks hari ini itu tidak berjalan, jadi gerakan rakyat itu justru harus ditempatkan sebagai gerakan untuk menegakkan konstitusi yang tidak berjalan. Itu konteksnya yang sesuai dengan asas konstitusionalisme, jadi itu bukan tindakan inskontitusional dong," terangnya.   

"Seharusnya kan aspirasi rakyat itu diserap bukan justru dikriminalisasi. Nah lucunya itu justru yang terjadi, sehingga SBY saya anggap sangat gegabah saat menyatakan itu," imbuhnya.   

Aidul menekankan bahwa dalam hukum Tata Negara sendiri dikenal istilah keadilan formal dan keadilan konstitusional.   

"Gerakan seperti yang digalang oleh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia(MKRI) sendiri yang mengultimatum agar SBY segera turun, jelas tidak untuk mendapatkan keadilan formal, karena secara formal dan sesuai prosedural dipandang salah, tapi secara konstitusionalisme, itu sah dan itu yang disebut sebagai keadilan konstitusional," pungkasnya. [PR/L-8]

Sumber Artikel : http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/sby-diingatkan-jangan-gegabah-tanggapi-aksi/32372

0 comments:

Post a Comment

Follow Twitter

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India